Oleh Imam Sudrajat
Social, Politic, Economic, Enthusiast dan Alumni FISIP Unpad Bandung
SEBAGAI orang yang beriman, walaupun terkadang kadar keimanannya naik-turun, kita mafhum bahwa kematian adalah hal gaib dan hak prerogatif Sang Pencipta, yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, namun mencari cara dan solusi atas masalah kesehatan dan ketanggapdaruratan, serta meningkatkan harapan hidup adalah kodrat manusia sebagai makhluk yang diberikan akal.
Tempo hari, kita cukup dikagetkan dengan kabar meninggalnya Markis Kido secara mendadak. Tentu kabar kematian mendadak itu bukan hal pertama, sebelumnya ada Mike Mohede, dan kalangan selebritis lainnya, yang konon kematiannya akibat penurunan kesadaran yang membuat lidahnya jatuh ke belakang dan menutup saluran pernafasan, sehingga membuat jantung tak bisa bekerja maksimal.
Sebelum Markis Kido meninggal, kita juga disajikan kabar mengenai Christian Eriksen, seorang gelandang Tim Nasional Sepakbola Denmark yang ambruk tergeletak dalam laga melawan Finlandia di ajang Euro.
Lalu, kenapa Eriksen dengan kejadian serupa dengan Markis Kido, Eriksen selamat sedangkan Markis Kido tak terselamatkan?
Kita tahu, keduanya mengalami hal yang sama, melakoni profesi sebagai olahragawan, namun demikian, yang membuat kita masygul adalah cara penanganannya, kurang terampilnya masyarakat kita dalam memberikan bantuan hidup dasar, akan sangat berpengaruh kepada orang yang mengalami penurunan kesadaran, membutuhkan bantuan hidup dasar dan henti jantung mendadak.
Setelah saya mengetahui masalah utama kematian Markis adalah tersumbatnya jalan nafas, akibat turunnya lidah ke belakang.
Berkaca dari kejadian tersebut, saya jadi teringat pekerjaan saya di site, di sana kami disediakan mess. Dan di mess berkumpul beberapa orang, pemandangan yang lazim adalah mendengar suara orang mengorok di malam hari yang bagaikan paduan suara, yang secara langsung atau tidak langsung bisa mengganggu kenyamanan mess.
Tapi untungnya, di mess kami ada seorang dokter yang incharge, dan segera melakukan tindakan untuk membuka jalan nafas mereka, lalu dalam apel paginya dijelaskan materi mengenai jalan nafas, dan tata pelaksanaannya yang bisa juga dilakukan orang awam. Ihwal ini tentu sangat berguna, dan semata-mata dilakukan untuk memberikan pengetahuan, yang setidaknya membuat kita tahu apa yang harus dilakukan ketika ada orang bantuan hidup dasar.
Akan tetapi, hal itu mungkin hanya berada di lingkungan kerja kami, di industri yang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja. Lalu bagaimana dengan orang-orang di luar sana?
Tindakan darurat
Saya jadi berpikiran jangan-jangan selama ini, ketika saya mendengar orang yang meninggal tatkala tidur, saat pulang rapat atau pertemuan, saat sedang mengemudi, bahkan saat latihan, baik ada gejala maupun tidak ada gejala, adalah lantaran kurangnya pengetahuan dan kurang tepatnya penanganan, terkait bantuan hidup dasar, sehingga tak heran membuat banyak meninggal tiba-tiba.
Berbeda dengan negara-negara luar terutama Amerika dan Eropa, yang warganya sejak usia dini atau setara sekolah dasar diberikan pengetahuan tentang bantuan hidup dasar. Hal ini menbuat anak kecil di sana pun paham dalam melakukan tindakan darurat untuk memberikan bantuan hidup dasar.
Sedangkan pandangan dokter yang juga teman dekat saya, di Indonesia, jangankan masyarakat awam, terkadang petugas medis di puskesmas pun enggan serta kebingungan apa yang harus dilakukan dalam menangani seseorang yang membutuhkan bantuan hidup dasar.
Oleh karena itu, kita mafhum mengangkat topi kepada kapten Tim Sepakbola Denmark Simon Kjaer dan tim medisnya yang berhasil memberikan bantuan hidup dasar dengan cara melegakan jalan nafas, yang sekaligus menyelamatkan nyawa Eriksen.
Pemahaman yang didapat Simon Kjaer dalam mengatasi bantuan hidup dasar itu, tentu tidaklah instan, yang tiba-tiba terampil, akan tetapi jauh sebelum itu, ia telah mendapatkan pengetahuan dan pelatihan yang membuatnya paham serta tidak salah langkah dalam upaya menyelamatkan nyawa Eriksen.
Kita bisa belajar darinya dan negara-negara Eropa maupun Amerika, yang menyematkan pelajaran bantuan hidup dasar dalam sistem pendidikan mereka. Karena kegawatdaruratan bisa terjadi kepada siapapun, kapan pun, dan di manapun.
Terlebih ada ranah bantuan hidup dasar yang bisa dilakukan orang awam, tentunya dengan disertai pemahaman dan pelatihan dalam bantuan hidup dasar, membuka jalan nafas, resusistasi jantung paru, hingga sampai pada menggunakan alat kejut sederhana. Tanpa pemahaman dan pendidikan ketanggapdaruratan, maka hal tersebut hanya memunculkan kebingungan malahan bisa berakibat fatal.
Saya ingat betul, dahulu saya hanya mendapatkan sekilas pengetahuan kesehatan dari ekstrakurikuler Palang Merah Remaja di tingkat SMP. Seharusnya hal ini yang perlu dibenahi dan ditingkatkan, bukan hanya pada tingkat ekstrakurikuler, akan tetapi pendidikan kesehatan, bantuan hidup dasar ke depannya diajarkan kepada siswa di berbagai jenjang pada satu mata pelajaran khusus.
Diterapkan
Tentu kita ingat, ada pepatah mengatakan: “belajar di waktu kecil bagaikan menulis di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagai menulis diatas air”, karena itu, pendidikan terkait bantuan hidup dasar, harus dimasukkan ke dalam mata pelajaran di sekolahan, lebih baik lagi jika diterapkan di setiap jenjang.
Apalagi melihat faktor risiko sebagai negara yang sebagian besar penduduknya sebagai perokok aktif maupun pasif, bergumul dengan polusi kemudian kemacetan, dan pada beberapa daerah tingkat stress masyarakatnya tinggi, naganaganya dengan muatan pendidikan tentang kesehatan dan bantuan hidup dasar di sekolahan, setidaknya masyarakat awam pun bisa mengatasi kegawatdaruratan, sembari menunggu penanganan dari tim medis, lalu dapat mengurangi risiko kematian mendadak. Bahkan, bisa meningkatkan tingkat harapan hidup masyarakat Indonesia secara berkelanjutan.
Dengan demikian, harapannya di masa mendatang saya tidak lagi mendengar berita kematian mendadak seorang teman, tetangga, saudara, maupun idola, ataupun mengalaminya sendiri, apalagi karena kurang cakapnya penanganan. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai penanganan kebutuhan hidup dasar kepada seluruh lapisan masyarakat harapannya bisa tersebar-luaskan.
Karena sejatinya tak ada lain kenikmatan yang hakiki adalah nikmat sehat, tentunya kita tak bisa menolak kematian jika sudah waktunya, tapi harapan kita, jangan sampai mati mendadak tatkala berbuat yang tidak-tidak.
Sebab itu, pendidikan mengenai bantuan hidup dasar sebagai kurikulum di sekolahan sangat diperlukan, agar manusia Indonesia bisa tetap survive dalam menjalani aktivitas, menggerakkan ekonomi, melaksanakan pembangunan, dan perbuatan positif lainnya. ***