Permintaan Kebutuhan Plasma Konvalesen Meningkat

CIREBON, (etnologimedia.id).- Dengan meningkatnya kasus terkonfirmasi Covid-19 akhir-akhir ini di Kabupaten Cirebon membuat permintaan kebutuhan plasma konvalesen ikut naik.

Hal tersebut membuat Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Cirebon melakukan pelayanan prima hingga 24 jam. Terlebih, PMI Kabupaten Cirebon menjadi salah satu dari lima belas Unit Transfusi Darah di Indonesia yang telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB). Sedangkan untuk tingkat Jawa Barat, hanya tiga UTD, salah satunya PMI Kabupaten Cirebon.

“Hanya ada tiga PMI yang sudah dinyatakan dapat memproduksi plasma, di antaranya ya kita (Kabupaten Cirebon, Red), Kota Bandung dan Bekasi,” kata Ketua PMI Kabupaten Cirebon, Hj Rd. Raden Sri Heviyana di UTD Plered, belum lama ini.

Heviyana mengatakan, pandemi yang  berkepanjangan ini membuat kasus aktif ada di Kabupaten Cirebon cukup tinggi serta kebutuhan plasma juga akhirnya ikut meningkat. Akan tetapi di tengah PPKM, pelayanan PMI tetap berjalan agar kebutuhan palsama bisa terpenuhi.

“Dalam satu hari permintaan untuk plasma konvalesen rata-rata 50 kantong plasma. Kalau stok plasma di kami masih aman, tetapi ada golongan darah tertentu yang kosong, maka untuk menutupi kekosongan itu, kami minta kepada keluarga yang membutuhkan plasma  diharapkan membawa minimal satu penyintas untuk didonorkan plasmanya,” katanya.

Terkait adanya isu biaya untuk mendapatkan plasma mencapai jutaan rupiah, Heviayana menampik adanya kabar tersebut. Menurutnya, biaya tersebut digunakan untuk biaya pengganti pengelolaan plasma.

“PMI Kabupaten Cirebon tidak menjualbelikan plasma. Namun nominal sebesar Rp 2.250.000 sudah ditentukan secara nasional, jadi bukan ditentukan oleh PMI Kabupaten Cirebon. Karena itu sebagai pengganti biaya produksi plasma. Jadi pembayaran juga dilakukan di loket PMI,” katanya.

Ia menambahkan, untuk masyarakat yang tidak mampu untuk mendapatkan plasma darah, saat ini bisa dilakukan dengan klaim kepada pemerintah dengan menggunakan BPJS kesehatan di rumah sakit.

“Maka dalam pengajuan kebutuhan plasma di kami harus disertakan jenis golongan darah, kemudian membawa surat pengantar kebutuhan plasma dari rumah sakit. Jika itu tidak ada, maka kami tidak akan melayani, dan kalau ada pun disampaikan ke loket PMI, untuk menghindari praktek percaloan,” kata Heviyana.

Sementara itu, Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kabupaten Cirebon, dr J Suwanta menambahkan, syarat utama untuk menjadi pendonor darah plasma adalah orang yang pernah positif Covid-19 dan telah dinyatakan negatif Covid-19.

“Minimal orang tersebut 14 hari setelah dinyatakan negatif Covid-19 bisa mendonorkan darah plasmanya. Tetapi tidak semua bisa, karena awal kita lakukan screening terlebih dahulu untuk melihat apakah titer antibodinya cukup atau tidak, kemudian darahnya bersih atau tidak,” katanya.

Menurut Suwanta, setelah lolos screening, pendonor akan langsung memasuki ruangan Apheresis untuk memulai diambil plasma darahnya.

“Ya kurang lebih membutuhkan waktu dua jam untuk proses donor berlangsung, satu jam menunggu hasil screening dan satu jam proses pengambilan plasma konvalesen,” tambahnya.

Suwanta mengatakan, untuk memudahkan pelayanan plasma di seluruh wilayah Ciayumajakuning, pihaknya mendorong kepada PMI se-Ciayumajakuning agar menyiapkan sarana penunjang untuk penyimpanan plasma darah.

“Kita akan drop plasma ini ke UTD Ciayumajakuning. Tapi kami sarankan untuk penyimpanan plasma ini wajib menyediakan dua alat, kalau ini berhasil akan mempercepat pelayanan di publik. Pertama yang dibutuhkan mesin pendingin minus 20 drajat celcius dan mesin pemanas (thoweer) untuk mencairkan plasma yang beku,” katanya.

Suwanta menjelaskan, sejak awal pandemi pada tahun 2020 hingga 15 Agustus 2021, PMI Kabupaten Cirebon sudah memproduksi plasma sebanyak 4170 labu.

“Kami menjadi rangking ke-6 di Indonesia sebagai produsen plasma terbanyak yang pertama itu Surabaya, Jakarta, Bandung, yang keempat Sidoarjo yang kelima Solo yang keenam Kabupaten Cirebon,” katanya.

Sedangkan yang memproduksi plasma seluruh Indonesia ada 42 terdiri dari 19 lembaga yang sudah terdaftar dan punya sertifikat CPOB sisanya belum.

“Tapi karena negara membutuhkan, sehingga diberi tugas oleh pemerintah walaupun mereka belum CPOB. Karena kebetulan kan di luar Jawa banyak yang membutuhkan. Jadi, mereka diperbolehkan berdasarkan surat perintah dari Kementerian Kesehatan,” katanya. (EM-05)