KAB.CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Beragam dinamika politik mulai dari daerah hingga nasional terus mencuat ke permukaan yang membuat masyarakat bimbang.
Setelah ramai perihal pro kontra ajaran di Ponpes Al-Zaytun, kini kembali muncul ke permukaan perihal dugaan penghinaan kepada Presiden Jokowi yang dilontarkan salahsatu tokoh nasional Rocky Gerung.
Atas kondisi itu, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar), bakal membahas hukum menghina Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan kacamata ilmu fikih. Dalam pembahasan juga akan digiring pada musyawarah perihal simbol negara.
Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz menjelaskan, pihaknya bakal menggelar bahtsul masail kubro yang bekerjasama dengan Panitia Haul KH Aqiel Siroj ke-34 Pondok Pesantren (Ponpes) KHAS Kempek Cirebon. Kegiatan bakal digelar di ponpes setempat, Kamis (24/8/2023) mendatang. Bahtsul masail kubro ini, lanjut Kiai Afif, dijadwalkan dari pagi hingga sore hari dengan membentuk beberapa komisi.
“Salah satu di antaranya ada komisi yang bakal membahas apakah presiden dan wakil presiden sebagai simbol negara? Dan bagaimana hukum berdasarkan kacamata fikih ketika menghina keduanya?” kata Kiai Afif, dalam keterangan rilisnya, Senin (14/8/2023).
Ia menjelaskan, munculnya masalah yang akan menjadi pembahasan dalam bahtsul masail tersebut, karena belakangan ini arus berita dari tahun ke tahun semakin mudah didapatkan melalui berbagai platform media sosial. Berbagai isu begitu cepatnya menyebar.
Baru-baru ini, katanya, yang sedang viral adalah pernyataan Pengamat Politik, Rocky Gerung dalam kritiknya terhadap program Ibu Kota Nusantara (IKN) yang digagas Presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui yang dikutip dari beberapa media, dalam kritiknya di hadapan massa organisasi buruh di Bekasi, pada Sabtu 29 Juli lalu, Rocky menyatakan, Jokowi hanya memikirkan nasibnya sendiri hingga menyebut kata “bajingan tolol”.
Namun, dari beberapa sumber, hingga saat ini, tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyebut presiden sebagai simbol atau lambang negara. Sesuai konstitusi, presiden bukanlah simbol atau lambang negara Indonesia.
Pasal 36A UUD 1945 menyebutkan, lambang negara Indonesia ialah Garuda dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Perihal lambang negara dijelaskan lebih lanjut di dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Maka, kata dia, pihaknya bakal membahas berdasarkan kacamata fikih, apakah Presiden atau Wakil Presiden termasuk kategori simbol negara? “Kemudian bagaimana hukum menghina Presiden atau Wakil Presiden dan hukuman apa yang pantas untuk mereka? Serta sebatas mana seseorang bisa dianggap menghina simbol negara?” ungkapnya.
Selain pembahasan tersebut, ada beberapa tema lainnya yang juga bakal dikaji. Di antaranya, yakni soal penyalahgunaan e-money (electronic money) untuk pencucian uang.***