KAB.CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Tindak kejahatan oleh anak semakin menghawatirkan dan meresahkan masyarakat. Mulai dari tindak kejahatan narkoba, pelecehan, penyerangan dan pembunuhan tidak sedikit yang melibatkan anak di bawah umur.
Kesalahan pola asuh dan pergaulan yang semakin jauh dari norma agama dan adat, semakin memperparah keadaan tersebut.
Secara undang-undang dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengertian anak berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002, adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Atas kondisi itu, melalui bahtsul masail kubro, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar) bakal menggugat soal relevansi Undang-Undang (UU) terkait batas usia anak di bawah umur.
Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz menjelaskan, hukum peradilan anak menjadi polemik di masyarakat tepatnya tentang batas usia anak di bawah umur.
Banyak sekali kasus besar dilakukan oleh anak di bawah 18 tahun, namun karena oleh UU Pidana masih kategori anak, maka seringkali dibebaskan.
“Hanya diberi pembinaan, dikembalikan kepada orang tua atau mendapat hukuman yang ringan. Padahal perbuatan itu berakibat fatal dan sangat meresahkan,” kata Kiai Afif yang juga Ketua Panitia Bahtsul Masail Kubro, dalam keterangannya , Senin (21/8/2023).
Di sisi lain, lanjut dia, penetapan umur maksimal “belum berusia 18 tahun” sebagai tolok ukur kategori anak seperti dalam UU di atas, oleh sebagian masyarakat dianggap terlalu tinggi karena anak zaman sekarang dinilai berbeda dengan anak zaman dulu.
Sikap masyarakat tersebut tentu bukan tanpa alasan, secara empiris memang dewasa ini tindak kejahatan oleh anak semakin marak di berbagai daerah.
“Dan terkait umur minimal yang masuk dalam kategori anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun sebagaimana diputusan MK. Itu artinya kisaran umur dalam kategori anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum mulai dari 12 tahun sampai 18 tahun kurang,” kata Kiai Afif.
Keringanan-keringanan terhadap terdakwa kejahatan oleh anak ini, kata dia, secara jelas memang telah diatur di dalam UU Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Dan banyak pasal yang menjadi sorotan.
Melihat fakta empiris sebagaimana dalam deskripsi tersebut, maka pihaknya dalam bahtsul masail kubro yang bakal digelar di Ponpes KHAS Kempek Cirebon, pada Kamis (24/8/2023) nanti, para peserta bakal membahas dengan mempertimbangkan teori-teori fiqhul Islam, masih sesuaikah menetapkan umur kategori anak dengan “belum berusia 18 tahun” untuk dimasukkan ke dalam peradilan anak?
“Selanjutnya, dalam kajian fikih, apa saja tolok ukur disebut anak dan atau dewasa yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum pidana? Lalu bagaimanakah bentuk hukum pidana untuk pelaku kategori anak dalam pandangan fikih?” katanya.***