KOTA CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM) – Diduga melakukan tindak penipuan dan penggelapan, oknum pasangan suami istri penyalur TKI ke Polandia asal Indramayu kembali dilaporkan oleh MAPS Lawyers Indonesia, Nurita, SH, ke Pengadilan Negeri Cirebon dan Polresta Cirebon Kota, Kamis (24/8/2023).
Nurita mewakili korban 300 Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) yang tersebar dari berbagai wilayah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Palembang, dan Bali.
Sementara, di wilayah Cirebon sendiri terdapat 129 orang dengan kerugian mencapai Rp3,2 Miliar.
Kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan ini sudah dilaporkan ke Polres Cirebon Kota pada bulan Agustus 2023 lalu. Puluhan saksi korban sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Nurita mengatakan, kedatangannya ke Pengadilan Negeri Cirebon adalah ingin mengajukan penyitaan seluruh aset milik pelaku.
“Kalau pun aset sudah dipindahtangankan ke pihak lain, maka wajib diusut tuntas supaya untuk diberlakukan penadahan barang bukti hasil kejahatan,” kata Nurita saat ditemui di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Kamis (24/8/2023).
Nurita mengaku, tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan sangat jelas. Pelaku meminta uang kepada para korban masing-masing Rp35 juta.
Menurutnya, nominal tersebut sangat tidak wajar dan berlebihan.
“Para korban dipungut beragam, mulai Rp15 juta hingga Rp80 juta,” ujarnya.
Nurita mengungkapkan, dalam menjerat korbannya, pelaku mengaku bekerjasama dengan perusahaan penyalur TKI di Jakarta. Namun, setelah dikonfirmasi ternyata tidak ada kerjasama apapun dengan pelaku.
“Perusahaan penyalur TKI di Jakarta resmi, sengaja dicatut oleh pelaku,” ungkapnya.
Parahnya, menurut Nurita, pelaku meminta uang kepada korban sejak tahun 2018 hingga 2021. Bahkan, pada saat pandemi pun pelaku tega meminta uang kepada korban dengan sejumlah alasan.
“Kepada korban, pelaku menjanjikan akan disalurkan kerja di sebuah pabrik di Polandia. Namun, pada saat waktu keberangkatan korban hanya dijanjikan dengan mengulur waktu,” ungkapnya.
Sementara, salah seorang korban Hermanto asal Mundu mengaku, sudah menyetorkan uang sebanyak 4 kali dengan total sebesar Rp63 juta. Uang yang disetor itu infonya untuk proses biaya pemberangkatan.
“Dari awal tahun 2022 saya sempat diminta Rp3 juta untuk biaya konsulat, terus dijanjikan satu minggu pasti berangkat. Namun,tidak ada kejelasan, bahkan saya dimintai uang Rp20 juta lagi untuk biaya tiket pesawat, kembali dijanjikan berangkat Minggu depan,” ujar Hermanto.
Hermanto mengungkapkan, mengenal pelaku saat mendaftar ke BKK Presiden diarahkan kepadanya untuk mengikuti program bahasa.
“Saya sempat diiming-imingi untuk tidak melaporkan kasus ini dengan diberi giro. Namun, ternyata giro tersebut kosong,” ungkapnya.
Dirinya berharap kasus ini bisa selesai, dan segala kerugian ratusan korban bisa terselesaikan.***