KAB.CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar), merumuskan sejumlah hasil Bahtsul Masail (BM) Kubro.
Salahsatunya pembahasan soal Hadyu atau Dam dan kurban jemaah haji ke Tanah Suci yang hasilnya adalah diperbolehkan.
Pengasuh Pondok Pesantren (Pones) KHAS Kempek Cirebon, KH Mustofa Aqiel, menyampaikan, dari pertanyaan bagaimana pandangan fikih tentang distribusi hadyu ke luar tanah Haram dan Saudi Arabia? Terdapat beberapa jawaban.
Pertama, kata dia, bila penyembelihan hadyu atau dam juga dilaksanakan di luar tanah haram, maka ulama al-mazhahib al-arba’ah sepakat tidak memperbolehkan.
Kedua, bila penyembelihan hadyu atau dam dilaksanakan di tanah haram, maka terdapat ikhtilaf perbedaan pendapat ulama.
Yakni, kata, kiai yang juga Ketua Umum Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) ini, menurut mazhab Syafii dan Hanbali, tidak diperbolehkan, karena hadyu atau dam wajib ditasarufkan atau diserahkan kepada orang miskin tanah haram.
“Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, diperbolehkan,” kata KH Mustofa Aqiel, keterangan pers hasil BM Kubro , di Ponpes KHAS Kempek Kabupaten Cirebon, Jumat (25/8/2023).
Hasil kajian LBM PWNU Jabar, kata Kiai Musthofa , memberikan catatan dan rekomendasi.
Pertama berpijak dari pendapat yang memperbolehkan, Pemerintah dalam menangani distribusi daging hadyu atau dam wajib secara transparan, terstruktur, tepat sasaran dan tidak ada unsur kapitalisasi.
Kedua, pemerintah wajib menunjuk auditor yang jujur serta bekerja sama dengan KPK agar tidak ada penyelewengan.
“Ketiga program pendistribusian daging hadyu atau dam ke tanah air supaya tidak berefek pada kenaikan biaya haji,” ungkapnya.
Kemudian, jika program ini sudah dijalankan yakni alokasi dam dan kurban jemaah haji ke tanah air, adakah konsekuensi hukum yang diterima jemaah haji sebab program tersebut? Jawabannya, kata dia, pembayaran dam atau hadyu jemaah haji tetap sah secara syariat.
“Dengan mengikuti salah satu pendapat al-mazhahib al-arba’ah sebagaimana uraian jawaban di atas,” kata Kiai Musthofa.***