KAB.CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Kasus pernikahan anak di bawah umur, stunting dan kemiskinan di Kabupaten Cirebon dinilai masih cukup tinggi.
Atas kondisi itu, Pemkab Cirebon menggandeng Kemenko PMK RI dalam upaya pencegahan agar bisa dikendalikan.
Wakil Bupati Cirebon, Wahyu Tjiptaningsih, mengapresiasi terpilihnya Kabupaten Cirebon untuk diadakannya penanganan dan intervensi perkawinan anak.
Wabup menjelaskan, dengan tingginya kasus tersebut diperlukan upaya agar prosentase perkawinan anak ini bisa ditekan dengan baik.
“Perkawinan anak akan menimbulkan dampak yang begitu besar, yakni kesehatan, kemiskinan dan stunting,” kata Ayu sapaan akrab Wabup, saat menghadiri acara Penguatan Kapasitas Para Pihak yang Melakukan Pendampingan atau Penanganan Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Cirebon yang diselenggarakan oleh Kemenko PMK RI di Hotel Aston Cirebon, Rabu (6/9/2023).
Ayu mengungkapkan, perkawinan anak masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintah Kabupaten Cirebon.
“Pencegahan perkawinan anak bukan hanya tugas DPPKBP3A saja, melainkan semua pihak. Mari bergotong royong, agar perkawinan anak bisa ditekan, kemiskinan dan stunting juga bisa turun,” katanya.
Ayu menjelaskan, ada dua kecamatan di Kabupaten Cirebon yang angka kasus perkawinan anaknya masih cukup tinggi, yakni Kecamatan Greged dan Mundu.
“Penyebab kasus perkawinan anak masih tinggi, diantaranya SDM, pergaulan bebas dan ketidaktahuan orang tua mengenai bahaya menikah di usia dini,” tambahnya.
Ayu menyebut, dirinya meyakini pernikahan anak di Kabupaten Cirebon angkanya cukup tinggi, karena banyak pernikahan anak yang tidak tercatat.
“Masih banyak pernikahan anak yang tidak tercatat, ada 483 pernikahan dispensasi, tetapi saya menyakini masih banyak pernikahan anak yang tidak tercatat,” ungkapnya.
Sementara, Deputi Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK RI, Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum, mengatakan, dipilihnya Kabupaten Cirebon karena angka kemiskinan dan stunting serta pernikahan anak masih cukup tinggi, meski setiap tahun angka tersebut mengalami penurunan.
Menurut Sri, ini menjadi kolaborasi Kemenko PMK dan Pemkab Cirebon untuk mengatasi dan menekan angka pernikahan anak.
“Kalau kita lihat prosentase memang tidak terlalu tinggi, bahkan kalau kita lihat untuk pernikahan anak di Jawa Barat sedikit dari rata-rata nasional. Tetapi, kalau kita masuk ke Cirebon jumlahnya cukup besar. Sehingga kenapa, hal ini mendasari kami untuk masuk ke Cirebon,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pencegahan pernikahan anak bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tugas semua pihak. Bahkan pihaknya akan menggandeng akademisi dan swasta untuk ikut andil dalam penangganan pernikahan anak.
“Kita juga melibatkan akademisi dari perguruan tinggi, serta kami mengundang pihak swasta. Karena semakin masif kita bergerak dan memperlihatkan agar tidak memaksa anaknya untuk menikah muda,” pungkasnya.***