CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Wilayah Kabupaten Cirebon masuk kategori lebih kering di musim kemarau tahun ini dibandingkan dengan daerah lain di utara Jawa Barat.
Meski dari sisi luasan wilayah terdampak kekeringan di sejumlah desa tiap kecamatan lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.
Sub Kordinator Kebencanaan Ahli Muda Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon, Juwanda, menyampaikan, sesuai prakiraan awal BMKG, puncak musim kemarau di Kabupaten Cirebon terjadi pada Agustus-September ini.
Bahkan, kata Juwanda, musim kemarau di wilayah Kabupaten Cirebon lebih kering dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa Barat bagian utara.
“Sesuai perkiraan awal, puncak kemarau ini Agustus-September. Tapi di Kabupaten Cirebon kemaraunya lebih kering dibandingkan di wilayah utara Jawa Barat,” kata Juanda dalam keterangannya, Minggu (17/9/2023).
Berdasarkan prakiraan dari BMKG, lanjut Juwanda, musim hujan di Kabupaten Cirebon diperkirakan terjadi di akhir Oktober hingga awal November nanti.
Namun sebelum musim hujan normal, di wilayah Kabupaten Cirebon akan ada hujan ringan sebagai hujan pendahuluan. Kemudian, hujan terjadi beberapa waktu sampai akhirnya sekitar akhir Oktober hingga awal November, baru ada hujan normal.
“Memang hujan normal di Oktober, tapi waktunya di akhir September dan awal Oktober ada hujan ringan sebagai pendahuluan. Nah, setelah itu masih ada jeda, baru di akhir Oktober hingga awal November diprediksi mulai hujan normal,” paparnya.
Menurut Juwanda, masih panjangnya musim kemarau tahun ini memungkinkan bertambahnya jumlah desa dari sejumlah kecamatan yang mengalami kekeringan. Saat ini, jumlah desa di Kabupaten Cirebon yang terdampak kekeringan dan membutuhkan bantuan air bersih sudah bertambah 3 desa dari sebelumnya 12 desa.
Begitupun jumlah kecamatannya, kini bertambah 1 dari sebelumnya 9 kecamatan. Sehingga, total desa terdampak kekeringan jumlahnya sebanyak 15 desa di 10 kecamatan.
Dari jumlah tersebut, hingga 10 September BPBD telah mendistribusikan 296.000 liter bantuan air bersih. “Sampai tanggal 10 September kami sudah kirim sebanyak 74 tangki atau 296.000 liter. Karena satu tangki isinya 4000 liter, jadi kalau dikalikan 74 totalnya 296.000 liter,” paparnya.
Sementara, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cirebon, Tadi Aryadi menyebutkan, perkiraan t berdasarkan gejala El Nino yang tengah terjadi saat ini kekeringan sudah menyebabkan warga di 12 desa yang tersebar di 9 kecamatan mengalami kekurangan air bersih.
Namun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah desa yang terdampak kekeringan tahun ini masih lebih rendah.
“Tahun kemarin dari Agustus sampai September ada 54 desa terdampak. Sekarang dari awal Agustus sampai akhir Agustus baru 12 desa,” ujar Tadi Aryadi.
Kendati demikian, dengan fenomena yang terjadi saat ini, ia mengaku belum bisa mengukur jumlah desa yang terdampak kekeringan bisa bertambah atau sebaliknya, bisa berkurang.
“Belum terukur naik turunnya, diperkirakan akan ada penurunan. Tapi melihat gejala-gejala El Nino mudah-mudahan tidak terlalu parah,” kata Tadi.
Menurut Tadi, BPBD sendiri tetap memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat terkait kesiapsiagaan bencana akibat fenomena yang terjadi tahun ini.
Hal itu, mengingat keterlibatan dari berbagai elemen masyarakat dalam penanganan bencana juga sangat dibutuhkan. “Karena pemerintah kan terbatas baik personalnya maupun anggarannya. Jadi pencegahan dini ada di masyarakat itu sendiri. Sekarang (statusnya, red) baru siap siaga bencana, belum waspada,” terangnya.
Bantuan pasokan air bersih ini yang tengah intens disalurkan BPBD sendiri, imbuh Tadi, sifatnya darurat. Untuk penanganan dampak kekeringan jangka panjang, BPBD akan mengkomunikasikannya ke dinas teknis, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR).
Selain itu, juga akan dikomunikasikan dengan instansi vertikal dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung.
“Apakah nanti melalui program Pamsimas, PDAM atau ke BBWS, kita bisa ajukan pembuatan sumur pantek,” ungkapnya.***