CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Penggunaan Karmin (CI 74570) atau pewarna dari serangga yang digunakan sebagai pewarna makanan, minuman, dan kosmetik diperbolehkan atau halal.
Keputusan itu dikeluarkan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), hasil kajian dari aspek hukum kacamata agama Islam.
“Hasil kajian kami, berhubung Karmin banyak sisi positif dan melihat sudah tersebar di masyarakat. Maka menggunakan bahan Karmin diperbolehkan, halal,” kata Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz, di Kabupaten Cirebon, dalam keterangannya , Minggu (12/10/2023).
Seperti diketahui, kata Kiai Afif Yahya, karmin adalah salahsatu jenis pewarna alami yang dihasilkan dari tubuh betina serangga Cochineal yang dikeringkan dan dihancurkan.
Pewarna ini biasa digunakan oleh industri makanan, minuman, dan kosmetik sebagai pewarna campuran agra lebih menarik.
Meski, lanjut dia, hasil kajian bahtsul masail pihaknya di Pondok Pesantren Al-I’thishom Coblong Kabupaten Cianjur itu, memang berdasarkan jumhur atau mayoritas ulama mengharamkannya, tetapi ada sebagian ulama yang menghalalkannya.
Yakni, hasil pembahasan tersebut, mengonsumsi bahan olahan makanan dan minuman yang mengandung Karmin menurut jumhur ulama adalah haram, karena najis. Sedangkan menurut sebagian Malikiyah diperbolehkan karena suci dan halal dikonsumsi tanpa disembelih.
Kemudian, menggunakan Karmin di selain makanan atau minuman juga, menurut jumhur ulama Syafiiyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis. Sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik, dan Imam Hanafi diperbolehkan karena dihukumi suci dan tidak membahayakan.
Pihaknya juga memberi catatan soal proses pengolahan serangga Cochineal menjadi bahan pewarna Karmin, tidak dapat disebut istihalah atau perubahan hakikat benda.
“Karena proses pengolahan sebatas mengubah bentuk fisik serangga menjadi serbuk tanpa mengubah hakikatnya,” ujar Kiai Afif.
Selanjutnya, terkait apa yang harus dilakukan pemerintah dan perusahaan jika zat pewarna Karmin dihukumi najis dan haram sementara produk yang menggunakan zat tersebut sudah tersebar luas di tengah masyarakat? Jawabannya, kata dia, pemerintah perlu mengatur regulasi agar semua produsen menggunakan pewarna makanan, minuman, kosmetik, dan lain-lain dari bahan suci yang disepakati jumhur ulama.
“Artinya, LBM PWNU Jabar merekomendasikan ke Pemerintah apabila masih ada bahan lain yang suci dan halal menurut mayoritas ulama, maka sebaiknya diganti dengan bahan tersebut. Tetapi jika tidak ada, maka penggunaan Karmin tetap diperbolehkan,” ungkapnya.***