CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Pembatasan peredaran minuman beralkohol atau miras perlu diperjuangkan melalui Undang-Undang (UU).
Jika tidak dikontrol maka akan berdampak bahaya bagi semua kalangan sehingga harus menjadi perhatian berbagai pihak.
Bahkan, efek negatif jangka panjang yang ditimbulkan dari peredaran minuman yang tidak dibatasi akan banyak anak-anak, remaja yang melakukan tindakan kenakalan dan kriminal karena penyebabnya terpengaruh oleh minuman beralkohol.
Oleh karenanya, Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) DPR RI Dapil Jawa Barat (Jabar) VIII dari PPP, Muhammad Shofy menilai penting untuk memperjuangkan masalah tersebut.
Menurutnya, peran para kiai dan ulama memiliki hajat besar di pemerintahan dalam melakukan pengaturan permasalahan itu.
Kendalanya, kata dia, saat ini masih sedikit partai di parlemen yang menyuarakan maka tidak banyak hajat yang terkabul. Meskipun baru beberapa saja hajat mereka yang sudah direalisasikan pemerintah.
“Di antaranya, alhamdulillah 2019 lalu Undang-Undang Pesantren telah diresmikan, artinya hajat para kiai ada yang dikabul,” kata Gus Shofy, saat menghadiri kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Minggu (15/10/2023) malam.
Akan tetapi, kata dia, masih banyak lagi hajat para kiai dan ulama yang belum terkabul. Salah satunya terkait UU Pembatasan Peredaran Minuman Beralkohol.
“Padahal sudah lama draf Rancangan UU ini sudah ada sejak lama. Sudah beberapa periode selalu diajukan, tetapi tidak pernah masuk untuk dibahas dijadikan UU,” ungkapnya.
Maka, kata dia, terkait pembatasan peredaran minuman beralkohol ini perlu diatur oleh pemerintah. “Ini hajat kiai dan ulama yang belum terkabul. Maka terkait pembatasan peredaran minuman beralkohol ini perlu diperjuangkan di perlemen untuk diatur dalam Undang-Undang,” katanya.
Putra Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon, KH Muhammad Musthofa Aqiel ini melanjutkan, termasuk juga suara kiai dan ulama yang perlu diperjuangkan di perlemen, yakni terkait nasib dan kesejahteraan kiai-kiai, ustaz-ustaz kampung dan MDTA.
Selam ini, menurutnya, meski peran mereka dalam membentuk karakter bangsa sangatlah besar. Tetapi belum ada perhatian dan keberpihakan pemerintah untuk nasib dan kesejahteraan mereka.
“Coba kalau enggak ada kiai-kiai kampung, ustaz-ustaz tajug, ustaz-ustaz majelis taklim, MDTA dari mana anak-anak tahu caranya salat? Bagaimana mereka tahu caranya puasa, dan ibadah lainnya? Hingga memiliki akhlakul karimah. Pengaruhnya sangatlah besar, tapi mereka belum diperhatikan pemerintah,” katanya.***