CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Konstelasi dalam tahapan proses pelaksanaan pesta demokrasi di Pemilu 2024 bermunculan beragam dinamika.
Salahsatunya yakni bermunculan sejumlah janji manis dari para peserta baik oleh para Bacaleg hingga Bacapres yang ditawarkan bagi calon pemilihnya.
Oleh karenanya, dinamika tersebut direspon Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar).
Hasil musyawarah yang dilakukan para tokoh agama tersebut menghukumi haram jika janji calon pemimpin diingkari atau tidak direalisasikan dengan tekad yang serius.
Hasil itu berdasarkan Bahtsul Masail Kubro (BMK) LBM PWNU Jabar, yang digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Kautsar Cilimus, Kabupaten Kuningan, Kamis (19/10/2023).
Dewan Pakar LBM PWNU Jabar, KH. Ahmad Yazid Fatah dalam menyampaikan hasil BMK tersebut, tema yang dibahas soal “Janji Manis Calon Pemimpin” dengan menghasilkan beberapa poin setelah melalui kajian berdasarkan pandangan fikih.
Dalam tema tersebut, kata KH. Ahmad Yazid Fatah, dibahas apakah janji-janji manis yang dilontarkan para calon pemilu menjadi nazar. Dan jawabannya bukan termasuk nazar, namun disebut wa’dun atau janji. Karena, kata dia, disampaikan dengan kalimat “janji”, bukan dengan shighat nazar.
Kemudian, janji tersebut disampaikan dengan tujuan menarik simpati dan dukungan rakyat, bukan kesanggupan melakukan ibadah atau iltizamul qurbah.
Ia menambahkan, yang dimaksud calon pemimpin atau calon pemilu di sini yakni, para politisi baik yang maju menjadi calon presiden (Capres) dan wakil presiden (Cawapres), maupun para politisi yang menjadi calon legislatif (Caleg), serta lainnya.
“Namun demikian, hukum menyelisihi atau mengingkari ‘janji-janji manis’ oleh para calon pemimpin adalah haram bila saat menyampaikan janji- janji tersebut tidak didasari tekad yang serius atau kuat (‘azm) untuk memenuhinya, bukan sebatas janji pemanis untuk meraup dukungan dan suara rakyat,” pungkasnya.***