CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Dalam agenda Bahtsul Masail Pesantren se-Jawa Barat di Ponpes KHAS Kempek Cirebon, membahas isu fenomenal salah satunya judi online.
Kajian fikih baru-baru ini menegaskan bahwa bantuan sosial (Bansos) untuk korban judi online tidaklah sesuai dengan prinsip fikih.
Ketua Panitia Bahtsul Masail Pesantren se-Jabar, Kiai Muhammad Shofy, menyebutkan, pembahasan mengenai Bansos untuk korban judi online.
Mereka menyoroti kecenderungan untuk mencari keuntungan dengan cara yang tidak diperbolehkan secara agama.
“Judi online sering kali menjadi jalan pintas bagi mereka yang menghadapi masalah sosial atau keuangan. Namun ini tidaklah dibolehkan dalam pandangan fikih,” ujar Kiai Shofy, dalam keterangan rilisnya, Kamis (25/7/2024).
Kondisi ini umumnya, kata Kiai Shopy, terjadi bila mereka merasa tidak mampu mengendalikan kebiasaan judinya.
Meski pada awalnya bisa untung besar, umumnya orang yang terjebak dalam perjudian online akan menghabiskan banyak uang dalam waktu singkat.
Terkait judi online ini, muncul gagasan Menko PMK Muhadjir Effendi pada pertengahan Juni 2024 lalu.
Bahwa korban judi online boleh mendapatkan Bansos. Meski gagasan Menko ini pun menuai kontroversi dan banyak kritikan.
“Maka, di Komisi C dalam bahtsul masail dibahas bagaimana pandangan fikih mengenai kebijakan Bansos untuk korban pelaku judi online?” kata Kiai Shofy.
Setelah dikaji secara matang dengan menukil berbagai sumber atau referensi oleh para peserta bahtsul masail.
Jawabannya, kata dia, secara fikih alokasi uang negara wajib ditasharrufkan atas dasar prinsip al aham fal aham atau mempertimbangkan skala prioritas.
Dengan mendahulukan sektor yang kemanfaatannya dirasakan oleh masyarakat secara luas.
Seperti pertahanan negara, fasilitas umum, dan sektor pendidikan.
“Dengan demikian maka bantuan sosial (Bansos) terhadap korban judi online tidak diperbolehkan,” katanya.
Namun, lanjut dia, para peserta memberikan pengecualian, pertama semua sektor tersebut di atas.
Yakni mendahulukan skala prioritas yang kemanfaatannya diraskan masyarakat secara luas, telah tercukupi.
Kedua, korban judi online masuk dalam kategori miskin dan terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Ketiga, lanjut dia, memandang korban judi online adalah orang terdekat pelaku.
Maka harus ada mekanisme khusus untuk meminimalisir perampasan bansos oleh pelaku judi kepada korban dan mencegah agar bansos yang diberikan tidak dipergunakan dalam perjudian kembali.
“Sehingga jika tiga ketentuan tersebut sudah dapat terpenuhi maka pemberian Bansos kepada korban judi online bisa diperbolehkan,” katanya.
Para peserta bahtsul masail juga memberikan rekomendasi terkait pembahasan masalah bansos untuk korban judi online ini.
Pertama, kata dia, pihak yang berwenang wajib menutup perjudian dan menindak tegas semua yang terlibat dalam judi online.
Mulai dari pemain, bandar, hingga oknum aparat yang terlibat, sebagai bentuk pertanggungjawaban amanah yang diterima baik di dunia maupun di akhirat.
“Kedua, masyarakat hendaknya tidak mencoba dan bermain judi dalam bentuk apapun. Karena berjudi termasuk dosa besar dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun,” ungkapnya. ***