JAKARTA, (ETNOLOGIMEDIA.COM) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sebanyak sekitar 197ribu anak usia 11 – 19 tahun di Indonesia terlibat judi online dengan nilai deposit mencapai Rp 293 Milyar.
Hal itu disampaikan Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, dalam acara Forum Group Discussion (FGD) dengan tema Strategi Budaya dan Keagamaan dalam Perlindungan Anak dari Judi Online bersama semua unsur masyarakat diantaranya tokoh masyarakat, tokoh agama, komisioner KPAI, lembaga perlindungan anak, dan para KPAID seluruh Indonesia baik luring maupun daring, Jumat (2/8/2024).
“Saat ini kemajuan teknologi melalui keberaadaan gadget dan internet memberi dampak yang luar biasa. Namun, ada sisi negatif yang perlu diwaspadai dengan kemajuan itu. Selain pornografi, saat ini sedang marak judi online yang dilakukan oleh anak-anak,” ucap Ai Maryati Solihah dalam sambutan pengantar FGD tersebut di ruang rapat KPAI, Jumat (2/8/2024).
Ai Maryati mengatakan, permasalahan ini tidak bisa ditangani melalui satu cara pandang saja, namun membutuhkan banyak masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pihaknya mengundang semua unsur masyarakat untuk mencari solusi mencegah judi online di kalangan anak-anak.
“Sebagai lembaga negara, KPAI punya wewenang untuk melindungi anak-anak Indonesia dari dampak negatif aplikasi judi online. Karena, ada indikasi yang akan terjadi diantaranya, indikasi ketergantungan yang berlebih, indikasi tindakan di luar batas seperti uang orangtua hilang dan penyalahgunaan uang SPP, dan indikasi depresi hingga bunuh diri,” jelas Ai Maryati.
Ai Maryati menyebutkan, kasus anak terlibat judi online yang dilaporkan saat ini masih terbilang minim berkisar 5 hingga 10 kasus, namun yang tercatat oleh PPATK terbilang sangat memprihatinkan. Pihaknya mengajak semua pihak untuk merapatkan barisan membangun benteng sebagai antisipasi maraknya judi online.
“Ada lapis yang paling urgent yakni konteks pengasuhan melalui gadget yang harus diperhatikan dengan bijaksana. Pembatasan bisa dilakukan di lingkungan pendidikan oleh sekolah dengan menerapkan aturan penggunaan gagdet. Sementara, saat di rumah menjadi tanggungjawab orangtua,” tegasnya.
Ai Maryati mengungkapkan, hasil FGD ini akan menjadi rekomendasi yang akan disampaikan kepada Menkopolhukam, Menkominfo, dan pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti.
“Ancaman judi online sangat jelas merusak budaya dan agama. Ini tanggungjawab kita bersama untuk mencegahnya dalam mewujudkan generasi emas di tahun 2045 mendatang,” ungkapnya.
Sementara di tempat terpisah, Ketua KPAID Kabupaten Cirebon, Fifi Sofiah atau yang biasa dipanggil Bunda Fifi, menyatakan miris atas maraknya keterlibatan anak-anak dalam judi online.
“Tugas dan kewajiban anak adalah belajar. Namun, dengan iming-iming mendapatkan uang dengan mudah, mereka lupa akan tugasnya. Hal ini harus diantisipasi oleh para orangtua untuk lebih ketat mengawasi anaknya, agar tidak terjerumus judi online lebih dalam,” kata Bunda Fifi.
Bunda Fifi berharap, pencegahan ini masif dilaksanakan oleh semua masyarakat, bisa melalui kegiatan keagamaan di lingkungan warga, sosialisasi di sekolah, melalui komunitas, dan kegiatan lainnya yang melibatkan banyak orang.
“Masyarakat harus tahu dampak negatif judi online bagi generasi muda. Tidak ada salahnya mencegah, daripada sudah kecanduan akan sulit untuk mengobatinya,” pungkasnya.***