KOTA CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM) – Kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mengundang perhatian pasangan calon walikota dan wakil wali kota Cirebon, Eti Herawati dan Suhendrik. Keduanya berkomitmen akan memperjuangkan nasib warga yang terdampak kebijakan kenaikan tarif PBB.
Hal itu disampaikan pada forum diskusi bertema Membedah Pola Pandang Kota Cirebon bagi Paslon pada Saat Memimpin Kota, Kamis (19/9/2024) malam di salah satu hotel di Jalan Siliwangi, Kota Cirebon.
Eti menyatakan sangat mendukung penuh langkah warga yang sedang berjuang mengajukan peninjauan kembali/judicial review (JR) ke Mahkamah Agung atas Perda Nomor 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Di hadapan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon, Eti berharap, perjuangan aspirasi ini bisa dikabulkan MA.
Kendati hasil dari MA itu berbeda dari harapan masyarakat, ia mengaku akan terus berkomitmen agar besaran tarif PBB yang membebani warga ini dapat dievaluasi, jika terpilih nanti.
“Ini menjadi catatan kami berdua. Jika keputusan JR berbeda dengan harapan masyarakat, kami pasangan BERES sangat bisa bisa memperbaiki dan memperjuangkan perda tersebut. Akan tetapi kalau dikabulkan, kami sangat bersyukur,” ujarnya.
Eti mengatakan, dampak dari penyesuaian tarif PBB ini banyak warga di jalan protokol Kota Cirebon merasa terbebani. Bahkan, ada yang mengalami kenaikan tarif pajak hingga 1000 persen.
Bagi Eti, besaran tarif kenaikan PBB di Kota Cirebon sudah seharusnya berubah. Karena itu, regulasi tersebut harus dievaluasi dengan mempertimbangkan azas proporsionalitas dan tidak membebani masyarakat.
“Terkait persoalan tarif PBB, kami pasangan BERES (Bersama Eti-Suhendrik -red) akan mengambil keputusan untuk merevisi perda, jika putusan itu berbeda (dengan aspirasi masyarakat),” katanya.
Di tempat yang sama, calon wakil walikota pasangan BERES, Suhendrik mengaku senang adanya forum-forum diskusi di Kota Cirebon.
Baginya, kegiatan tersebut bisa menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi terkait kebijakan pemerintah yang dianggap kurang tepat.
“Ketika ada kendala atau sesuatu yang tidak pas, bisa disampaikan masyarakat. Suara-suara silent majority ini perlu didengarkan. Apa yang menjadi keluhan masyarakat, kami akan dengarkan dan sikapi,” ujarnya.***