CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Program swasembada pangan yang dicanangkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto mendapat beragam tanggapan dari petani di Kabupaten Cirebon.
Walau banyak yang optimis, sejumlah tantangan di lapangan menjadi sorotan, terutama terkait infrastruktur, distribusi pupuk bersubsidi, dan alih fungsi lahan.
Seorang petani penyewa lahan di Desa Danamulya, Kecamatan Plumbon, Kertosono, menyatakan optimismenya. “Setengah hektare lahan saya bisa menghasilkan 3 ton padi per musim. Tetapi itu hanya tercapai jika kebutuhan seperti air, pupuk bersubsidi, dan obat-obatan terpenuhi,” katanya kepada wartawan, Sabtu (14/12/2024).
Namun, sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi karena kendala administrasi kartu tani menjadi penghalang.
Petani seperti Kartosono berharap sistem kartu tani yang diterapkan sebelumnya diganti dengan pendekatan lebih inklusif.
Selain pupuk, petani mengeluhkan buruknya infrastruktur pendukung seperti saluran irigasi dan jalan usaha tani. “Perbaikan saluran air sangat penting. Jika semua kebutuhan kami terpenuhi, swasembada pangan pasti bisa diraih,” tambah Kartosono.
Namun, pesimisme juga muncul. Nurhamad, petani asal Desa Danamulya, menilai alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan permukiman menjadi ancaman utama keberhasilan program.
“Setiap tahun lahan produktif semakin berkurang. Tanpa pengendalian alih fungsi lahan, sulit bagi Cirebon untuk mendukung program ini,” ungkapnya.
Sementara, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, R. Cakra Suseno, menyebut potensi daerah ini sangat besar untuk mendukung target swasembada pangan nasional pada 2028.
Namun, ia menyoroti perlunya pembenahan tata kelola air melalui pembangunan embung dan saluran irigasi yang lebih efektif.
Selain itu, distribusi pupuk berbasis luas lahan dan modernisasi teknologi pertanian juga menjadi usulan penting.
“Jika distribusi pupuk lebih merata dan teknologi pertanian diperkuat, target swasembada pangan akan lebih mudah dicapai,” tegasnya.***