Danantara, Efisiensi untuk Siapa?

Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md.
Pendidik Generasi

 

NEGERI ini terus menerus dilanda masalah. Setelah kasus pagar laut, lalu oplosan pertamax, sekarang ada Danantara. Apa itu Danantara?

Danantara adalah lembaga investasi yang diinisiasi pemerintah mengelola investasi dan dana yang lebih besar. Tujuannya mempercepat pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek penting negara.

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan bahwa sisa anggaran sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp325 triliun dari penghematan anggaran akan digelontorkan untuk diinvestasikan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). (Kompas, 15-2-2025)

Sisa anggaran sebanyak Rp325 triliun diserahkan ke Danantara untuk diinvestasikan disebut sebagai efisiensi anggaran negara. Terus, kebaikan untuk rakyat apa?

Uang rakyat diputar-putar, ke sana ke sini, tapi rakyatnya tetap gigit jari. Sisa anggaran diinvestasikan, ke mana? Ke proyek-proyek berkelanjutan di luar APBN. Justru ini jadi efisiensi salah prioritas.

Efisiensi ini salah prioritas, pemerintah malah memilih menyuntikkan dana ke Danantara yang berfokus pada proyek-proyek infrastruktur dan investasi besar. Sedangkan, sektor-sektor vital yang melayani hajat hidup rakyat banyak seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur dasar melalui Kementerian PU, justru mengalami pemangkasan anggaran yang besar.

Pemangkasan anggaran yang besar tersebut berdampak langsung terhadap rakyat, seperti PHK, penghentian pembangunan fasilitas umum, pengurangan bahkan penghentian dana beasiswa sekolah dan kuliah, penghentian bantuan penelitian, dll.

Hal ini terjadi karena negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme dengan mengusung ekonomi kerakyatan, tetapi tidak melepaskan oligarki yang telah menjadi tim suksesnya. Danantara dibentuk sebagai langkah untuk optimalisasi modal dan aset BUMN dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Alhasil, aktor yang menikmati Danantara adalah para oligarki yang terpampang di jajaran petinggi Danantara.

Pengelolaan Harta dalam Islam

Dalam Islam, mengelola harta rakyat ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Bukan ditujukan untuk pengembangan investasi.

Islam memiliki Departemen Kemaslahatan Rakyat yang bertugas untuk memastikan seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi dan terlayani tanpa terkecuali. Pendanaannya dibiayai negara melalui baitulmal, dari harta rakyat yang dikumpulkan dan dikelola sesuai syariat.

Islam memiliki konsep kepemilikan dan bagaimana cara mengelolanya. Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga, yakni kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu.

Sistem ekonomi Islam telah menentukan tata cara pengelolaannya serta siapa yang berhak mengelola, juga hasilnya untuk siapa.

Pelayanan dalam Islam

Islam memandang penguasa adalah raa‘in, yakni pengurus dan pelayan kepentingan rakyat. Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kebutuhan dasar yang dijamin pemenuhannya oleh negara.

Dalam kitab Syakhshiyah Islamiyah Jilid 2 hlm. 158, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menjelaskan bahwa tanggung jawab penguasa yang berkaitan dengan hal-hal yang wajib dipenuhi sebagai penguasa tampak jelas dalam hadis-hadis yang dijelaskan Rasulullah saw., di antaranya yang adalah kekuatan, ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat, dan tidak menimbulkan antipati.

Kekuatan di sini adalah kekuatan kepribadian, yakni kekuatan akal dan jiwa. Akal seorang penguasa harus mengetahui berbagai hal dan berbagai bentuk hubungan. Jiwa seorang penguasa harus mengetahui bahwa dirinya adalah pemimpin dan mengarahkan kecenderungannya sebagaimana seorang pemimpin. Ia harus memiliki sifat takwa dalam dirinya dan dalan memimpin umat.

Kedaulatan ada di tangan syarak, menjadikan penguasa harus tunduk pada hukum syarak, tidak berpihak pada yang lain. Penguasa harus terikat dengan hukum syarak yang telah Allah Swt. tetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul-Nya.

Sumber anggaran dalam sistem Islam banyak dan beragam. Pengelolaan anggaran dalam negara dilakukan oleh baitulmal. Sumber pemasukannya dari fai, ganimah, anfal, kharaj, jizyah, dan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab Nizham al-Iqtishadiy fi al-Islam hlm. 530).

Islam memandang penguasa itu harus menjadi pemimpin yang mengayomi, mengurusi, dan melayani kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Tidak ada tujuan lain dari hal itu. Semua itu akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt., sehingga penguasa akan menjalankan tugasnya dengan amanah dan adil.

Jika sistem ekonomi Islam diterapkan, maka kesejahteraan rakyat akan terwujud individu per individu. Seluruh rakyat terjamin pemenuhan kebutuhan dasarnya, baik pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanannya.

Penerapan sistem ekonomi Islam membutuhkan penerapan sistem politik Islam dan sistem lainnya secara total sesuai syariat Islam. Semua akan terwujud dalam bangunan Islam kafah yang akan membawa berkah bagi semesta alam.

Wallahualam bissawab.