CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon secara resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam tragedi longsor yang terjadi di lokasi pertambangan Blok Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.
Peristiwa yang terjadi pada Jumat, 30 Mei 2025 itu merenggut 19 nyawa dan menyebabkan kerusakan material parah di kawasan tambang milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah.
Penetapan tersangka diumumkan dalam konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Minggu (1/6/2025).
Kapolresta Cirebon Kombes Sumarni, memimpin langsung konferensi tersebut, didampingi oleh Danrem 063/SGJ, Dandim 0620/Kabupaten Cirebon, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, dan Kepala BPBD Kabupaten Cirebon.
Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial AK (59), warga Desa Bobos, yang menjabat sebagai pengelola tambang, dan AR (35), Kepala Teknik Tambang (KTT) sekaligus pengawas operasional.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa kegiatan penambangan telah berjalan tanpa dokumen resmi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon telah mengeluarkan dua surat larangan resmi, masing-masing pada 6 Januari dan 19 Maret 2025. Namun, larangan tersebut diabaikan.
“Meski telah diberi peringatan berkali-kali, aktivitas penambangan tetap dilanjutkan tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja,” tegas Kapolresta Sumarni.
Longsor terjadi sekitar pukul 10.00 WIB, saat proses penambangan batuan jenis limestone dan trass sedang berlangsung. Material tebing runtuh dan menimbun sejumlah alat berat, kendaraan operasional, serta para pekerja.
Sebanyak 19 orang meninggal dunia, sementara tujuh lainnya mengalami luka-luka.
Polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk dump truck, ekskavator, dokumen perizinan, serta surat peringatan resmi dari instansi terkait.
Pemerintah daerah juga telah mencabut izin operasi produksi milik Koperasi Al-Azhariyah.
Menurut Kapolresta, kedua tersangka dijerat dengan sejumlah pasal. Diantaranya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 98 dan 99), dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Kemudian UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Jo UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja), terkait pelanggaran keselamatan kerja.
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
“Kemudian Pasal 359 KUHP, tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman hukuman penjara hingga 5 tahun,” terangnya.
Kapolresta Cirebon menegaskan bahwa proses hukum akan terus berlanjut dan tidak akan ada toleransi terhadap pelanggaran yang mengorbankan keselamatan masyarakat.
“Penegakan hukum ini diharapkan memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang mengabaikan keselamatan kerja dan merugikan lingkungan serta masyarakat,” tegas Sumarni.
Sementara, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirto Yuliono, mengungkapkan bahwa izin pertambangan milik Koperasi Al-Azhariyah telah berakhir sejak November 2020.
Sejak 2023 hingga 2024, koperasi tersebut juga tidak memiliki dokumen RKAB yang sah.
Tim Inspektur Tambang dari Kementerian ESDM kini ditempatkan di lokasi untuk mengantisipasi potensi longsor susulan dan menjamin keamanan evakuasi.
“Surat peringatan terakhir dikirimkan pada 19 Maret 2025, namun tidak diindahkan,” ujar Bambang.***