CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Pemerintah Kabupaten Cirebon menegaskan komitmennya untuk menata kawasan Trusmi secara berkelanjutan tanpa mengabaikan nasib pedagang kecil.
Usai penertiban pedagang kaki lima (PKL) dan parkir liar di Jalan Syekh Datul Kahfi, Pemkab menawarkan solusi relokasi yang dinilai manusiawi dan berkeadilan.
Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman, mengatakan bahwa langkah ini merupakan hasil kesepakatan.
Tentunya antara pemerintah daerah, unsur Forkopimda, perwakilan pedagang, dan para kuwu di wilayah Trusmi.
“Kami sepakat memberi ruang sementara bagi para pedagang kuliner malam di Jalan KH Abbas, mulai pukul 16.00 WIB hingga malam. Ini solusi sementara sambil terus dievaluasi,” ujar Agus dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025).
Sementara itu, untuk pedagang pagi seperti penjual buah, sayur, dan ayam, Pemkab menyiapkan 100 kios kosong di Pasar Pasalaran yang dapat digunakan secara gratis.
“Ini bentuk keberpihakan kami kepada pelaku usaha kecil agar roda ekonomi mereka tetap berjalan meski harus pindah dari lokasi semula,” tambah Agus.
Selain relokasi pedagang, Pemkab juga sedang mengkaji penerapan sistem satu arah (one way) di Jalan Syekh Datul Kahfi.
Upaya itu sebagai bagian dari rencana jangka panjang penataan kawasan. Namun, tahap awal akan difokuskan pada masa uji coba selama dua hingga tiga bulan.
“Kita masih dalam fase jangka pendek. Setiap bulan akan dievaluasi agar kebijakan ini tidak merugikan salah satu pihak,”jelasnya.
Pemkab juga menggandeng pengusaha batik di kawasan Trusmi untuk membantu menampung pedagang kuliner siang di area showroom.
Koordinasi dan pengawasan akan dilakukan bersama Satpol PP, TNI, dan Polri.
Untuk diketahui, Jalan Syekh Datul Kahfi kini resmi masuk dalam kategori Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL).
Pemkab berharap penataan ini dapat menjadikan Trusmi sebagai destinasi wisata unggulan yang tertib, aman, dan nyaman.
“Kita ingin keseimbangan antara ketertiban, estetika kawasan wisata, dan keberlangsungan ekonomi masyarakat,”* pungkas Agus.
Perwakilan pedagang, Burhanuddin, menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan tersebut.
Menurutnya, langkah ini merupakan solusi yang adil dan tidak mematikan usaha kecil.
“Kami sudah sepakat. Sebanyak 304 pedagang malam dan sekitar 80 pedagang pagi siap direlokasi. Kami butuh waktu dua sampai tiga hari untuk penataan lapak,” ujarnya.
Meski diakui ada beban emosional, namun Burhanuddin optimistis lokasi baru akan tetap ramai dan mendukung kelangsungan usaha.
“Awalnya memang berat. Tapi daripada dilarang total tanpa solusi, kami lebih memilih opsi ini. Asal bisa tetap jualan dengan tertib,” katanya.***