CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Puluhan warga kawasan Transmigrasi Lokal (Translok) di Desa Seuseupan, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon, kembali menyuarakan desakan lama mereka.
Seperti legalitas tanah tempat tinggal yang belum kunjung mereka miliki, meskipun telah bermukim sejak lebih dari dua dekade lalu.
Sekitar 50 Kepala Keluarga (KK) menuntut pemerintah untuk segera menerbitkan sertifikat hak milik atas lahan yang mereka tempati.
Tak hanya itu, mereka juga mengeluhkan berbagai persoalan mendasar seperti akses jalan yang rusak, ketiadaan air bersih, hingga minimnya bantuan ekonomi yang berdampak langsung.
“Kami sudah cukup dijanjikan angin surga. Sejak tinggal di sini tahun 2001, tidak pernah ada realisasi sertifikat tanah. Permohonan sudah sering diajukan, survei pun berkali-kali dilakukan,” ujar Suhada (37), salah satu warga Translok, Senin (28/7/2025).
Suhada menyebut bahwa pihak Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), hingga beberapa instansi lainnya sudah datang melakukan pendataan ulang beberapa bulan lalu. Namun, hingga kini, belum ada tindak lanjut konkret.
“Katanya mau segera ditindaklanjuti oleh BPN. Tapi sampai sekarang belum juga terlihat hasilnya,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Desa Seuseupan, Sakia, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap lambannya respons pemerintah.
“Saya sebagai kepala desa sudah merasa malu. Janji-janji yang diberikan pemerintah pusat maupun daerah tak pernah terealisasi. Hanya kontrol dan survei, tapi tidak ada aksi nyata,” kata Sakia.
Menurutnya, pihak desa telah berulang kali menyampaikan permohonan kepada dinas terkait, baik soal sertifikat, akses jalan, maupun kebutuhan air bersih. Namun, semua hanya sebatas proses pendataan tanpa kejelasan hasil.
“Setiap hari saya diprotes warga. Mereka pikir desa tidak berusaha, padahal kami sudah berkali-kali ajukan permohonan. Tapi yang datang cuma survei. Realisasinya nol besar,” tegasnya.
Sakia juga menyayangkan, meski warga Desa Seuseupan selama ini loyal terhadap pemerintah dalam berbagai momen politik, perhatian dari pemerintah justru minim.
“Desa kami ini punya segalanya. Punya dewan, punya bupati, bahkan punya presiden. Tanpa diminta, warga kami selalu kompak mendukung. Tapi buktinya? Sertifikat tanah saja tidak diberikan,” ujarnya.
Ia bahkan sempat menghadiri rapat khusus dengan Bupati Cirebon, yang juga dihadiri pihak BPN. Namun lagi-lagi hanya berujung pada pernyataan siap jika ada perintah bupati.
“BPN bilang tinggal tunggu perintah Bupati. Kalau diperintahkan, mereka siap eksekusi. Tapi perintah itu tak pernah datang,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon, Novi Hendrianto, menjelaskan bahwa penyelesaian masalah tanah di kawasan Translok Seuseupan sedang difasilitasi pemerintah.
“Proses ini memang panjang. Harus melalui tahapan peralihan aset Pemda, penetapan penerima manfaat, hingga proses sertifikasi. Tidak bisa langsung,” jelasnya saat dikonfirmasi via telepon.
Ia juga menambahkan bahwa lahan Translok kini sudah mulai masuk proses inventarisasi oleh Disnaker.
Langkah ini menjadi tahapan awal untuk pencatatan aset yang selama ini belum terdokumentasi.
“Pencatatannya kini masuk dalam inventarisasi Disnaker. Ini bagian dari progres penyelesaian status hukum kawasan Translok,” katanya.
Soal akses air bersih dan fasilitas umum lainnya, Novi menyarankan agar pemerintah desa dan kecamatan lebih aktif mengajukan program sesuai kewenangan mereka.
Mengingat identitas penduduk sudah resmi berdomisili di Seuseupan.
“Kalau soal air dan sarpras lainnya, bisa diajukan melalui camat dan kuwu. Identitas penduduk sudah jelas, jadi bisa dimasukkan dalam program bantuan,” pungkasnya.***