CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Bupati Cirebon, Imron, meminta para camat untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Diantaranya melalui penguatan komunikasi, penguasaan teknologi, dan optimalisasi peran pembinaan terhadap pemerintahan desa.
Arahan itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Camat se-Kabupaten Cirebon yang digelar di Ruang Paseban, Sekretariat Daerah Kabupaten Cirebon.
Menurut Imron, camat merupakan perpanjangan tangan pemerintah kabupaten yang memiliki peran strategis dalam menjembatani kebijakan dan pelayanan kepada masyarakat.
“Camat harus dibekali ilmu, teknologi, dan kemampuan komunikasi yang baik agar bisa membimbing desa serta menyelesaikan persoalan warga secara langsung dan cepat,” kata Imron.
Dalam forum tersebut, Imron mengusulkan agar perizinan sederhana, seperti izin usaha kecil (salon, apotek, dan sejenisnya), dapat diproses di tingkat kecamatan.
Tujuannya untuk mempermudah pelayanan tanpa mengurangi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau bisa, izin usaha kecil cukup di kecamatan saja. Tapi retribusinya tetap masuk PAD. Pelayanan jadi mudah, PAD tetap terjaga,” ujarnya.
Bupati juga menyoroti kualitas sumber daya manusia di desa yang masih beragam, terutama dalam aspek administrasi.
Oleh karena itu, peran camat sebagai pembina dan pendamping perangkat desa menjadi kunci agar tata kelola desa berjalan sesuai aturan.
Ia juga menegaskan, Pemkab Cirebon telah bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk memperkuat pengawasan keuangan desa.
“Hal itu demi mendorong pengelolaan anggaran yang akuntabel dan tepat sasaran,” terangnya.
Senada, Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman atau yang akrab disapa Jigus, menambahkan pentingnya pembinaan berkelanjutan di tingkat desa. Menurutnya, desa merupakan unit pemerintahan paling kompleks karena langsung bersentuhan dengan berbagai dinamika sosial.
“Pemerintahan desa itu paling bawah, paling kompleks. Maka perlu sinergi antara bupati, camat, dan perangkat desa,” ujar Jigus.
Ia menyoroti realitas desa wisata di Cirebon. Dari sekitar 60 desa yang telah menyandang status desa wisata, belum ada yang menjalankan fungsinya secara optimal.
“Banyak yang hanya berstatus desa wisata, tapi belum berjalan maksimal. Butuh pendampingan agar potensi desa bisa benar-benar dikelola dan dikembangkan,” tambahnya.
Jigus juga mengingatkan pentingnya pemetaan karakter sosial-ekonomi masyarakat di wilayah masing-masing. Menurutnya, pendekatan camat dalam pembinaan harus disesuaikan dengan kondisi lokal, baik petani, nelayan, buruh, maupun pelaku UMKM.
“Camat harus memahami kondisi warga di wilayahnya. Pemerintah daerah harus hadir di tengah masyarakat dan memastikan kebijakan berjalan dengan baik,” tegasnya.***