Gaji ASN Capai Rp 2,2 Triliun, DPRD Tagih Kinerja

DPRD Kabupaten Cirebon soroti anggaran ASN Rp 2,2 Triliun saat rapat Badan Anggaran, Jumat (8/8/2025)./* (foto Humas DPRD Kab. Cirebon) 

CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Porsi belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cirebon 2026 menjadi sorotan tajam publik.

Dari total APBD sebesar Rp 4,2 triliun, sekitar Rp 2,2 triliun atau lebih dari separuhnya dialokasikan untuk gaji dan tunjangan aparatur.

Melihat besarnya angka tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon mendorong peningkatan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) sekaligus penerapan sistem meritokrasi yang konsisten dan transparan.

“Belanja pegawai harus sejalan dengan kinerja optimal. ASN harus ditempatkan sesuai talenta, kualifikasi, dan kompetensinya,” tegas Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Sophi Zulfia, saat rapat Badan Anggaran (Banggar).

Sophi menambahkan, pengawasan terhadap kinerja ASN tidak cukup dilakukan pada awal penempatan jabatan.

Akan tetapi harus diikuti evaluasi berkala yang mengukur hasil kerja secara objektif. “Kami akan mendorong evaluasi periodik, termasuk efektivitas pelatihan-pelatihan. Jangan sampai anggaran habis, tapi dampaknya ke pelayanan publik nihil,” ujarnya.

Senada, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, R. Hasan Basrori, menilai belanja pegawai yang tinggi harus dibarengi produktivitas nyata di lapangan.

“Kita tidak ingin angka besar ini justru diiringi rendahnya capaian kinerja. Meritokrasi dan peningkatan kompetensi menjadi kunci,” tandasnya.

DPRD mendorong Pemkab Cirebon merancang peta jalan (roadmap) pengembangan ASN yang lebih terukur.

Termasuk strategi jangka panjang dalam rekrutmen, pelatihan, dan evaluasi kinerja. “Tanpa reformasi struktural dan penguatan meritokrasi, alokasi belanja pegawai yang besar dikhawatirkan menjadi pemborosan yang minim manfaat bagi pelayanan publik,” ungkapnya.

Menanggapi sorotan tersebut, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cirebon, Hendra Nirmala, menjelaskan pihaknya telah menerapkan sistem meritokrasi dengan menggandeng perguruan tinggi dalam proses asesmen jabatan.

“Sebelum ASN menduduki jabatan, dilakukan asesmen kompetensi oleh perguruan tinggi, dan hasilnya dijadikan dasar penempatan,” jelas Hendra.

Namun, ia mengakui tantangan terbesar saat ini adalah minimnya jumlah ASN.

Dari total aparatur, hanya sekitar 4.000 orang berstatus ASN, sedangkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mencapai 9.000 orang.

“Jumlah ASN minim, sementara beban kerja terus meningkat. Ini tantangan yang harus segera diatasi,” katanya.***