Bawaslu Perkuat Kelembagaan, Bahas Putusan MK dan Masa Depan Pemilu

Bawaslu Kabupaten Cirebon menggelar kegiatan penguatan kelembagaan yang dikemas dalam diskusi publik dengan menghadirkan narasumber ahli serta parpol dan elemen lain di Hotel Apita, Kecamatan Kedawung, Rabu (20/8/2025)./* (foto: M. Rahmat) 

CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Cirebon menggelar kegiatan

Penguatan Kelembagaan bagi Pengawas Pemilu.

Kegiatan mengusung tema “Peningkatan Kualitas Demokrasi dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan dengan Optimalisasi Pencegahan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum Pemilu dan Pemilihan”, di hotel Apita, Kecamatan Kedawung, Rabu (20/8/2025).

Acara tersebut menghadirkan sejumlah narasumber penting, di antaranya mantan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, akademisi bidang kepemiluan, serta Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin.

Hadir pula perwakilan partai politik, komunitas mahasiswa, serta insan media.

Ketua Bawaslu Kabupaten Cirebon, Saraddudin Parapat, menyampaikan bahwa penguatan kelembagaan tidak hanya membahas aspek teknis pengawasan.

Akan tetapi juga mengkaji dinamika terbaru, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023 yang memisahkan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.

“Tema ini relevan untuk mengawal demokrasi kita. Narasumber memberikan perspektif terkait bagaimana menyikapi putusan MK yang akan berdampak pada teknis penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada mendatang,” ujar Saradudin yang kerap disapa Ucok ini.

Menurut Ucok, berdasarkan data KPU RI, tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024 mencapai 82,5 persen.

Fakta ini menjadi salah satu yang tertinggi sepanjang sejarah pemilu Indonesia.

“Namun, tingginya partisipasi harus diiringi dengan peningkatan kualitas pengawasan. Agar praktik politik uang, penyalahgunaan fasilitas negara, dan pelanggaran lainnya dapat diminimalisasi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menjelaskan bahwa sesuai ketentuan, putusan MK harus diimplementasikan maksimal 2,5 tahun setelah ditetapkan.

Artinya, mekanisme teknis Pemilu 2029 dan Pilkada 2027 harus sudah mengacu pada pemisahan tersebut.

Namun, Zulfikar menambahkan, DPR sedang menjajaki kemungkinan kodifikasi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada agar lebih selaras dan tidak menimbulkan tumpang tindih aturan.

“Dialog seperti ini penting sebagai bahan masukan DPR untuk penyempurnaan regulasi pemilu. Prinsipnya, negara hadir karena ada kesepakatan bersama. Ada yang mau dipimpin, dan ada yang bersedia memimpin,” ungkapnya.

Selain itu, diskusi juga menyinggung tentang peran Bawaslu dalam memperkuat kewenangan rekomendasi pelanggaran.

Selama ini, rekomendasi Bawaslu kepada KPU masih bersifat administratif.

“Ke depan, rekomendasi tersebut diharapkan bisa langsung menjadi dasar putusan hukum agar lebih efektif menindak pelanggaran,” ungkapnya.

Berdasarkan pengamatan, kegiatan berjalan dinamis dengan metode dialog interaktif.

Peserta, termasuk perwakilan parpol dan mahasiswa, aktif memberikan pertanyaan kritis terkait integritas parpol.

Penguatan kelembagaan pengawas, hingga isu kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada.***