Dinkes Perketat Pengawasan SPPG, Semua Harus Bersertifikat Laik Sehat

Kadinkes Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni./* (foto: M. Rahmat) 

CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Tercatat, dari total 75 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) penyelenggara program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Cirebon, baru 26 yang mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Kondisi ini menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon.

Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni menegaskan, seluruh penyelenggara MBG wajib memiliki sertifikat laik sehat sebagai syarat mutlak penyelenggaraan layanan.

Sertifikasi ini dinilai penting untuk menjamin keamanan pangan sekaligus mencegah kasus keracunan.

“Semua SPPG harus punya sertifikat laik sehat. Saat ini memang baru 26 yang sudah mengajukan dan mengantongi SLHS, sisanya sedang kami dorong untuk segera menyusul,” ujar Eni kepada wartawan, Senin (29/9/2025).

Ia menjelaskan, aturan ini merupakan tindak lanjut dari kasus keracunan massal yang sempat terjadi di sejumlah daerah Jawa Barat.

Meski Kabupaten Cirebon tidak masuk dalam daftar wilayah rawan, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan.

Untuk memperkuat pencegahan, Dinkes Cirebon telah berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah dan mitra penyelenggara MBG.

Dalam waktu dekat, seluruh SPPG akan diundang untuk pembinaan, pendampingan pengajuan SLHS, serta penyuluhan tentang keamanan pangan.

Selain pembinaan, tim Dinkes juga rutin melakukan monitoring lapangan, mulai dari pemeriksaan kondisi dapur, kualitas air, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), hingga kebersihan peralatan masak dan makan.

Bahkan dilakukan uji usap pada alat dapur untuk memastikan bebas kontaminasi bakteri.

“Inspeksi ini menyeluruh, mengacu pada Permenkes Nomor 17 Tahun 2020. Tidak hanya ruang dapur, tapi juga air, alat makan, hingga uji usap peralatan masak,” jelasnya.

Eni menambahkan, standar laik sehat juga mewajibkan setiap SPPG memiliki tenaga ahli gizi.

Kehadiran tenaga gizi dianggap penting agar kualitas layanan benar-benar terjamin.

“Ketentuannya, satu SPPG harus ada satu ahli gizi. Ini standar dari Badan Gizi Nasional agar program MBG lebih terjamin,” katanya.

Selain soal tenaga, pengelolaan waktu memasak juga menjadi perhatian. Makanan tidak boleh dimasak terlalu dini agar tetap aman dikonsumsi saat disajikan.

Air yang digunakan harus bebas bakteri E. Coli, bahan makanan wajib segar, dan penyajian dilakukan higienis.

Dinkes juga membuka peluang pelatihan mandiri bagi penjamah makanan di setiap SPPG. Harapannya, kualitas pelayanan dapat terus ditingkatkan.

“Tujuannya jelas, melindungi anak-anak penerima program makan bergizi gratis dari potensi keracunan. Semua harus taat aturan dan memenuhi standar laik sehat,” tegas Eni.***