CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Pemerintah Kabupaten Cirebon mengkhawatirkan belum maksimalnya pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerahnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon,Hendra Nirmala, menilai masih banyak persoalan yang harus segera diselesaikan.
Terutama terkait kewajiban penyelenggara memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Hendra menyebut, keterlambatan pengurusan oleh SPPG dan penerbitan SLHS oleh Dinkes menimbulkan kekhawatiran.
Mengingat batas waktu pengurusan sertifikat hingga akhir bulan Oktober yang tinggal beberapa hari lagi.
Dari total puluhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di Kabupaten Cirebon, baru sebagian kecil yang telah mendapatkan sertifikat laik sehat.
“Khawatir tentu ada, karena tinggal beberapa hari lagi masa pengurusan SLHS berakhir. Tapi baru beberapa SPPG saja yang sudah menempuh sertifikasi,” ujar Hendra usai rapat koordinasi di ruang Paseban, Setda Kabupaten Cirebon, Selasa (21/10/2025).
Meski demikian, Hendra menegaskan bahwa Pemkab tetap optimistis dan berkomitmen menyukseskan program MBG.
Hal itu sebagai bagian dari kebijakan nasional dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat, khususnya pelajar, ibu hamil, disabilitas, dan balita.
“Kami harus tetap mendukung program pemerintah ini, karena yang menikmati hasilnya adalah masyarakat kita. Namun kami juga berharap koordinasi dengan pihak Badan Gizi Nasional (BGN) atau korwil di daerah bisa lebih intens. Saat ini, komunikasi memang belum berjalan sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Keterlambatan penyelesaian SLHS dan lemahnya komunikasi pihak penyelenggara dan daerah membuat Pemkab Cirebon berharap Badan Gizi Nasional lebih proaktif.
Hendra menegaskan, dukungan pemerintah daerah sudah maksimal, namun dibutuhkan kepastian dan kehadiran pihak pusat agar implementasi MBG berjalan serentak dan aman.
“Kami di daerah sudah bergerak. Tapi kalau koordinasi dengan penyelenggara lambat, ini bisa menghambat suksesnya program MBG,” kata Hendra.
Dalam rapat tersebut, sejumlah unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap ketidakhadiran perwakilan BGN dalam forum penting itu. Salah satunya disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Cirebon, Yudhi Kurniawan, yang menilai absennya pihak perwakilan BGN membuat koordinasi menjadi terhambat.
“Kami ingin memahami dan menjelaskan duduk perkaranya. Tapi bagaimana bisa dikomunikasikan jika pihak BGN tidak hadir. Jangan sampai nanti ada kejadian baru semua pihak saling menyalahkan,” ujar Yudhi menegaskan.
Data terakhir menunjukkan, dari 83 SPPG yang ada di Kabupaten Cirebon, hanya 22 unit yang sudah mengantongi SLHS. Sisanya masih dalam proses, sementara sebagian belum mengajukan sama sekali.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, menjelaskan bahwa sertifikasi laik higienis merupakan syarat mutlak.
Agar setiap penyelenggara dapat menjamin keamanan pangan dan mencegah potensi keracunan.
“Sertifikat SLHS wajib dimiliki semua SPPG. Kami dorong agar semuanya segera menyusul,” ujarnya.
Menurut Eni, aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari sejumlah kasus keracunan makanan di beberapa daerah Jawa Barat.
Meski Kabupaten Cirebon tidak termasuk wilayah yang mendapat perhatian khusus, langkah pencegahan tetap harus diperketat.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Sekda serta mitra penyelenggara MBG. Seluruh SPPG kami undang untuk pembinaan dan pendampingan pengajuan SLHS,” terangnya.
Dinas Kesehatan juga membentuk empat tim yang melibatkan seluruh puskesmas di Kabupaten Cirebon untuk melakukan monitoring dan inspeksi lapangan. Pemeriksaan mencakup kondisi dapur, kualitas air, pengelolaan limbah, hingga uji usap pada peralatan masak dan makan serta lainnya.
“Semua pemeriksaan mengacu pada Permenkes Nomor 17 Tahun 2020. Kami ingin memastikan tidak ada celah terjadinya kontaminasi,” kata Eni.
Selain itu, setiap SPPG diwajibkan memiliki tenaga ahli gizi agar kualitas layanan gizi benar-benar terjamin.
Pengelolaan waktu memasak, penggunaan bahan makanan segar, serta sterilisasi alat masak juga menjadi fokus utama pengawasan.
“Tujuannya jelas, yakni melindungi anak-anak penerima makan bergizi gratis dari potensi keracunan,” tegas Eni.***