CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Keraton Kacirebonan Kota Cirebon akan menjadi tempat sekaligus tuan rumah Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) ke-14 pada 20–22 November 2025 mendatang.
Tahun ini, festival bertema “Estetika Nisan-nisan Islam Nusantara dan Dunia Ketuhanan Tarekat Syattariyah di Cirebon” ini menghadirkan pertemuan lintas ilmu antara arkeologi, tasawuf, dan sastra.
BWCF 2025 digelar sebagai bentuk penghormatan terhadap arkeolog Uka Tjandrasasmita (1934–2010), pelopor kajian arkeologi Islam Nusantara.
Tema besar nisan-nisan Islam dipilih untuk menelusuri simbol-simbol religius, filosofi ketuhanan, dan estetika seni Islam yang terukir di batu-batu makam tua di Nusantara.
Festival yang digagas oleh Borobudur Writers & Cultural Festival bersama Majelis Seni dan Tradisi Cirebon (MESTI) dan Perhimpunan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI).
Mereka juga menyoroti hubungan antarperadaban yang tercermin dari tipologi nisan, dari Aceh hingga Asia Tenggara.
Beberapa tokoh yang dijadwalkan hadir antara lain Prof. Dr. Daniel Perret (arkeolog asal Prancis), Dr. Bastian Zulyeno (Universitas Indonesia), serta Prof. Dr. Peter Carey yang akan membahas keterkaitan gerakan Syattariyah dengan perjuangan Pangeran Diponegoro.
Kehadiran Dr. Samah Sabawi, penyair dan dramawan asal Palestina, menjadi sorotan utama dalam Malam Puisi Cirebon–Gaza.
Karya-karyanya yang menyingkap luka dan spiritualitas rakyat Palestina disebut akan menjadi jembatan kemanusiaan antara Islam Nusantara dan dunia.
Festival ini juga akan menampilkan pidato kebudayaan Dr. Helene Njoto bertajuk “Membaca Kembali Sendang Duwur dan Masjid-Masjid Kuno Nusantara”, yang menelusuri kembali penelitian Uka Tjandrasasmita tentang arkeologi Islam awal di Indonesia.
Dengan akar sejarah Cirebon yang kuat dalam dakwah Islam dan warisan manuskrip Tarekat Syattariyah, BWCF 2025 diharapkan menjadi ruang refleksi lintas budaya dan spiritual. Serta sumber rujukan baru bagi para akademisi, peneliti, dan pecinta budaya Nusantara.***
