CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA.COM)- Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tersebar di seluruh desa di Kabupaten Cirebon harus lebih ditingkatkan. Evaluasi itu berdasarkan kajian DPRD setempat yang dinilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh di tahun 2023 kemarin.
Diungkapkan Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Diah Irwany Indriyati, menyebut kondisi BUMDes saat hanya 0,5 persen dari 412 desa di daerahnya yang baru berhasil mengelola.
Artinya, kata Diah, data tersebut bisa diartikan bahwa masih banyak pengelolaan BUMDes yang belum mampu memanfaatkan badan usaha tersebut menjadi salah satu sektor pendapatan asli desa (PADes).
“Kita harus akui bahwa pengelolaan BUMDes di situ masih belum efektif. PADes pun ada beberapa desa yang sudah mampu mendongkrak, ada yang belum,” ujar Diah dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (25/1/2024).
Menurutnya, dibutuhkan pengawasan melekat (waskat) yang tentunya harus dilaksanakan di dalam pengelolaan BUMDes.
Selain itu, penyertaan modal yang dari tahun ke tahun juga harus jadi bahan evaluasi oleh BPD dan kepala desa.
“Seberapa layaknya bantuan permodalan tadi bisa diberikan kembali dan seberapa besarnya tidak diperlukan lagi,” katanya.
“(BUMDes) memang betul untuk pemberdayaan. Untuk salah satu pola bagi aspek pemberdayaan masyarakat dari dana desa maupun dana aspirasi desa,” katanya.
Hal itu, lanjutnya, perlu kajian yang mendalam dan akurat, sesuai dengan perjalanan BUMDes itu sendiri, bagaimana manajemennya, pengelolaannya, dan bagaimana perjalanannya.
“Dan bagaimana feedback dari pengelolaan Bumdes itu sendiri. Sejauh mana ke manfaatannya. Semua itu harus jadi pantas yah,” terangnya.
Diah menjelaskan, terkait penganggaran BUMDes harus melalui kesepakatan yang mufakat antara kepala desa/Kuwu, BPD, dan aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat hingga pemerhati pemerintahan desa. Adapun terkait standar bakunya, kata dia, hal itu juga tergantung kebutuhan yang disepakati.
Kemudian, antara modal awal dan modal selanjutnya harus ada perbedaan. Di mana, kata dia, alurnya harus seimbang dengan perkembangannya.
“Jadi ada prosentase yang harus dikeluarkan untuk pengembangannya. Itu kalau modal awal Rp 200 juta, ya untuk kedua kalinya apakah 60 persen,” katanya.
“Makanya evaluasi di situ, kajian di lapangannya dibangun untuk menganalisa tadi. Sejauh mana permodalan itu layak untuk di berikan kembali. Kalau sekiranya tidak layak kenapa di paksakan,” ungkapnya.
Diah menyebut ada dua desa sebagai contoh BUMDes yang berhasil dikelola dengan baik di Kabupaten Cirebon. Desa tersebut adalah Desa Cupang dengan wisatanya dan Hulubanteng Lor dengan usaha coffe dan cucian mobilnya.
“Karena itu sudah mampu untuk menyumbang, atau menyumbangkan PADes,” katanya.
Atas hal itu, ia mengaku akan mendorong desa-desa untuk memperbaiki BUMDes dengan baik. Terutama kepada DPMD sebagai pembinaanya. “Dan di topang juga oleh inspektorat, inspektorat sudah mulai lah mengkritisi itu, mengawasi secara melekat,” pungkasnya.***