CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon menggelar rapat koordinasi teknis.
Hal itu untuk membahas implementasi kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Rapat yang berlangsung menjadi forum strategis untuk menyelaraskan pelaksanaan kebijakan pro-rakyat sekaligus menganalisis dampaknya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), di Alam Manis, Kecamatan Beber, Jumat (3/10/2025).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon, Hendra Nirmala, menegaskan bahwa kebijakan pembebasan BPHTB dan PBG merupakan bagian dari strategi fiskal yang berkeadilan.
Tentunya dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan sosial dan keberlanjutan keuangan daerah.
“Kebijakan ini berpihak sosial tanpa mengabaikan keberlanjutan keuangan. Namun, kita juga harus cermat, karena pembebasan BPHTB dan PBG diperkirakan berpotensi mengurangi PAD hingga Rp20 miliar,” ujar Hendra.
Dari perhitungan pemerintah daerah, potensi kehilangan pendapatan dari sektor BPHTB diperkirakan mencapai Rp15 miliar, atau sekitar 17% dari total penerimaan BPHTB.
Sementara dari retribusi PBG, potensi kehilangan mencapai Rp4–5 miliar, atau sekitar 31% dari target Rp13 miliar.
“Maka diperlukan kecermatan dalam merancang kebijakan. Agar daerah tetap mampu memenuhi kewajiban belanja publik, pelayanan, dan pembangunan infrastruktur,” tambahnya.
Hendra menjelaskan, kebijakan ini telah memiliki dasar hukum yang kuat melalui Peraturan Bupati Cirebon Nomor 1 dan 2 Tahun 2025.
Peraturan tersebut diterbitkan sebagai tindak lanjut atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri mengenai percepatan pembangunan tiga juta rumah untuk masyarakat.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon, Erus Rusmana, menjelaskan bahwa rapat koordinasi ini bertujuan memperkuat sinergi antarlembaga agar kebijakan pembebasan BPHTB dan retribusi PBG dapat berjalan efektif dan tepat sasaran.
“Kami ingin memastikan seluruh perangkat daerah dan pemangku kepentingan, seperti PPAT, notaris, asosiasi perumahan, hingga kepala OPD, memiliki pemahaman yang sama, baik dari sisi regulasi, teknis pelaksanaan, maupun dampaknya terhadap PAD,” jelas Erus.
Menurut Erus, ada empat tujuan utama dari rapat koordinasi.
Yakni menyampaikan dasar hukum dan teknis pelaksanaan kebijakan, mengidentifikasi dampak terhadap PAD, merumuskan langkah koordinatif yang berkelanjutan, serta memperkuat sinergi dalam pelayanan kepada MBR.
Rapat tersebut dihadiri sekitar 100 peserta dari berbagai unsur, antara lain pejabat pembuat akta tanah (PPAT), notaris, asosiasi pengembang, serta kepala perangkat daerah dan badan terkait di lingkungan Pemkab Cirebon.***