CIREBON, (ETNOLOGIMEDIA)- Kabupaten Cirebon kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu pusat peradaban dan kebudayaan di Jawa Barat.
Hal ini ditandai dengan ditunjuknya Cirebon sebagai tuan rumah Program Sekolah Budaya 2025.
Kegiatan merupakan kolaborasi antara Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) dan Pemerintah Kabupaten Cirebon, yang digelar di halaman Museum Pangeran Cakrabuwana.
Program ini menghadirkan pelajar SMA/SMK dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat untuk belajar langsung tentang warisan budaya, tradisi, dan nilai-nilai lokal Cirebon yang masih lestari.
Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, Amin Mughni, mengatakan penunjukan Cirebon sebagai lokasi program merupakan bentuk pengakuan terhadap kekayaan dan vitalitas budaya daerah ini.
“Cirebon memiliki kekayaan budaya yang sangat kuat. Dari bahasa, tari, musik, kuliner, keterampilan tradisional, hingga situs sejarah yang masih hidup. Keberlimpahan warisan ini harus dimanfaatkan sebagai media edukasi bagi generasi muda,” ujar Amin dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).
Menurut Amin, Sekolah Budaya 2025 menjadi bagian penting dari strategi penguatan pelestarian budaya di tingkat daerah.
Sekaligus wadah bagi pelajar untuk berkreasi dan berkolaborasi dalam konteks budaya lokal.
“Kegiatan ini memperluas partisipasi masyarakat dan sekolah dalam menjaga keberlanjutan budaya. Kami berterima kasih kepada Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX dan Kemenbud yang mempercayakan program strategis ini digelar di Kabupaten Cirebon,” tambahnya.
Amin juga menyoroti peran Museum Pangeran Cakrabuwana sebagai pusat edukasi budaya yang semakin relevan. “Museum yang berdiri hampir satu dekade itu kini menjadi ruang belajar terbuka, dengan akses gratis bagi pelajar dan masyarakat,” ungkapnya.
Ketua BPK Wilayah IX, Retno Raswaty, menjelaskan bahwa Kabupaten Cirebon dipilih karena memiliki ekosistem budaya yang lengkap dan objek pembelajaran lapangan yang kaya.
“Kehadiran situs-situs sejarah dan seni tradisi membuat peserta bisa mengenali akar budaya Jawa Barat secara kontekstual,” terangnya.
Retno memaparkan, peserta program ini dipilih dari pebih dari 300 calon siswa, dengan 30 sekolah mewakili seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat.
Kota dan Kabupaten Cirebon memperoleh kuota lebih besar sebagai tuan rumah.
Selama kegiatan, siswa mengikuti workshop budaya, pelatihan kuratorial museum, serta penulisan karya budaya yang akan menjadi produk akhir program.
“Kami sengaja mencampur peserta lintas daerah agar tercipta kolaborasi, adaptasi, dan kreativitas antar pelajar,” kata Retno.
Sementara, Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi (PKT) Kemenbud, Restu Gunawan, menilai Cirebon sangat ideal menjadi laboratorium budaya Jawa Barat karena memiliki ragam objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya** yang masih hidup.
“Kami meminta peserta untuk mempelajari seluruh situs budaya Cirebon secara kontekstual, bukan sekadar menghafal,” ujarnya.
Restu berharap pertemuan pelajar dari berbagai daerah ini menjadi jejaring kebudayaan antar sekolah.
Sehingga diskusi dan kolaborasi lintas daerah tetap berlanjut setelah program berakhir.
“Guru dan pendamping kami minta membawa metode pembelajaran interaktif ke sekolah masing-masing. Pembelajaran berbasis konteks lokal akan memperkuat daya nalar dan karakter siswa,” tutupnya.***










